Pontianak – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mencegah dan memberantas praktik penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara non-prosedural dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal itu disampaikan saat menghadiri Deklarasi Komitmen Bersama Pencegahan dan Pemberantasan Penempatan PMI Non Prosedural dan TPPO, yang digelar di Gedung Graha Khatulistiwa Polda Kalimantan Barat, Jumat (20/06).
Kegiatan ini dihadiri oleh Forkopimda Kalbar, kepala daerah kabupaten/kota, pimpinan perguruan tinggi, perwakilan BUMN/BUMD, organisasi kemasyarakatan, serta unsur TNI-Polri. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat, Jonny Pesta Simamora, juga turut hadir dalam mendukung komitmen tersebut.
Dalam sambutannya, Menteri Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa permasalahan utama PMI non-prosedural adalah lemahnya perlindungan terhadap hak-hak mereka, terutama dalam konteks kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan orang.
“Data kami menunjukkan bahwa sekitar 95 hingga 97 persen PMI yang menjadi korban eksploitasi dan kekerasan adalah mereka yang berangkat secara non-prosedural. Khusus Kalbar, perbandingannya cukup memprihatinkan: satu yang berangkat secara prosedural, ada tiga yang ilegal,” ujarnya.
Menteri Abdul Kadir juga menyampaikan bahwa Kementerian P2MI merupakan kementerian baru yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk keseriusan negara dalam memberikan perlindungan menyeluruh bagi para pekerja migran.
“Pak Presiden memberi dua mandat: pertama, pastikan perlindungan pekerja migran dari kekerasan dan perdagangan orang. Kedua, maksimalkan devisa dari para PMI untuk mendukung perekonomian nasional,” ucapnya.
Ia mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat serta dukungan penuh dari Polda Kalbar yang turut menginisiasi deklarasi ini. Disebutkannya pula, tingginya angka PMI ilegal di Kalbar disebabkan oleh masih banyaknya “jalur tikus” yang kerap digunakan sebagai jalur keluar masuk tanpa dokumen resmi.
“Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi soal nyawa rakyat kita. Mereka ingin hidup layak, ingin menyekolahkan anaknya, tapi malah jatuh ke lingkaran mafia perdagangan orang,” katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti bahwa banyak PMI non-prosedural yang berangkat dengan visa turis atau ziarah, namun kemudian bekerja secara ilegal di negara tujuan. Hal ini sering dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang yang menjadikan mereka sebagai objek eksploitasi.
Menteri Abdul Kadir menyerukan pentingnya kerja sama lintas sektor dan peningkatan sosialisasi di tingkat desa agar masyarakat tidak terjerumus dalam praktik pengiriman ilegal yang membahayakan.
“Kita harus bekerja bersama. Tidak bisa hanya Kementerian, tidak bisa hanya Kepolisian atau Imigrasi. Semua pihak, termasuk pemerintah daerah, harus bersinergi dan aktif mencegah sejak dari hulu,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, ia menyampaikan rencana pembangunan shelter PMI di perbatasan Kalbar serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk penguatan pengawasan jalur-jalur ilegal, termasuk upaya menekan peredaran narkoba lintas negara yang memanfaatkan jalur yang sama.
Kegiatan deklarasi ini menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah dalam melindungi PMI dan memberantas praktik perdagangan orang secara lebih terstruktur dan sistematis.
Dokumentasi: