Pontianak - Dalam rangka meningkatkan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual kembali menggelar Serial Webinar: Pengembangan Kompetensi ASN #2 pada Jumat, 20 Juni 2025 yang diikuti oleh Kepala Bidang Pelayanan KI Kanwil Kemenkum Kalbar Devy Wijayanti dan Analis KI Ahli Muda Andy Hermawan Prasetio. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting dengan mengangkat tema strategis, “Pemanfaatan Data dalam Pengambilan Keputusan dan Kebijakan Publik”. Webinar ini merupakan bagian dari komitmen Ditjen KI untuk terus mendorong tata kelola data yang efektif dalam mendukung kebijakan publik.
Webinar dibuka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Dr. Andrieansjah, yang menegaskan pentingnya data sebagai aset strategis dalam pembangunan nasional. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa di era Revolusi Industri 4.0, data tak hanya menjadi informasi, melainkan penopang utama bagi perumusan kebijakan yang tepat sasaran, terukur, dan adaptif. Di lingkungan Ditjen KI, data memiliki peran sentral untuk mendukung identifikasi tren permohonan HKI, pemetaan potensi daerah, hingga strategi penegakan hukum berbasis bukti.
Dalam sesi utama, Satria Triputra Wisnumurti, Research & Analytics Manager dari Katadata Insight Center, memaparkan pentingnya pengambilan keputusan berbasis data. Menurutnya, ASN saat ini perlu dibekali kemampuan menganalisis data yang akurat dan relevan, terlebih di tengah tantangan seperti minimnya literasi data, keterbatasan akses terhadap data berkualitas, serta kurang optimalnya pemanfaatan teknologi analitik di instansi pemerintah.
Lebih lanjut, Satria menjelaskan bahwa persepsi publik terhadap kebijakan sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, pengalaman pribadi, dan ekspektasi masyarakat. Oleh karena itu, pengukuran dampak kebijakan publik harus mencakup tahapan outcomes (pengetahuan, sikap, keterampilan), actions (perubahan perilaku dan pengambilan keputusan), hingga long-term conditions (dampak sosial dan ekonomi).
Dalam paparan metode pengumpulan data, ia membedakan antara data primer—seperti survei, wawancara mendalam, dan FGD—dan data sekunder seperti studi literatur serta media monitoring. Keakuratan data, lanjutnya, sangat tergantung pada pemetaan tujuan, pemilihan metode yang tepat, dan standar pengelolaan data yang kuat.
Satria juga menyoroti pentingnya pembelajaran dari pengalaman instansi pemerintah sebelumnya, seperti penerapan open data, participatory data analysis, dan sistem monitoring & evaluasi kebijakan sejak tahap perumusan awal. Hal ini menjadi pelajaran penting dalam memastikan kebijakan berbasis data berjalan sesuai harapan.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, beberapa rekomendasi strategis turut digulirkan, seperti penguatan infrastruktur data melalui pengembangan sistem informasi terpadu dan digitalisasi data publik. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM ASN juga menjadi prioritas melalui pelatihan teknis di bidang literasi dan analisis data.
Selanjutnya, perlu disusun standar dan regulasi data secara nasional untuk menjamin interoperabilitas antarinstansi serta perlindungan data pribadi. Pemanfaatan teknologi cerdas seperti big data dan kecerdasan buatan (AI) diusulkan untuk membantu deteksi pola dan evaluasi dampak kebijakan secara real-time.
Webinar ini ditutup dengan penekanan pentingnya transparansi dan partisipasi publik. Melalui pendekatan open data dan crowdsourcing, masyarakat dapat lebih aktif dalam memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah. Dengan data sebagai pondasi, kebijakan publik diharapkan semakin responsif dan berdampak nyata bagi masyarakat.